Nama : Eka Puspitasari
NPM : 12210285
Kelas : 3EA13
Tugas Softskill (Bahasa Indonesia)
NPM : 12210285
Kelas : 3EA13
Tugas Softskill (Bahasa Indonesia)
Pengertian
Pengertian:
Penalaran
adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep
dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi –
proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau
dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam
penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens)
dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan
antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Metode
dalam menalar
Ada
dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
1.
Metode Induktif
Metode
berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak
dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang
diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi
adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
2.
Metode Deduktif
Metode
berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang
khusus.
Contoh:
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah
kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang
menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status
sosial.
Konsep
dan simbol dalam penalaran
Penalaran
juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan
simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa,
sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya
adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata,
sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita)
dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat
menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan
paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas
berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan
tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya
pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan
digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk
menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian
pengertian.
Syarat-syarat
kebenaran dalam penalaran
Jika
seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan
kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat
dipenuhi.
Suatu
penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu
yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
Dalam
penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua
premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara
formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat,
diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti
isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
PENALARAN
INDUKTIF
Suatu
penelitian pada hakekatnya dimulai dari hasrat keingintahuan manusia, merupakan
anugerah Allah SWT, yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan maupun
permasalahan-permasalahan yang memerlukan jawaban atau pemecahannya, sehingga
akan diperoleh pengetahuan baru yang dianggap benar. Pengetahuan baru yang
benar tersebut merupakan pengetahuan yang dapat diterima oleh akal sehat dan
berdasarkan fakta empirik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencarian
pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum,
yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan
penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah.
Untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu
Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran deduktif merupakan
prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah
diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan
baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori,
hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata
lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan
teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan.
Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan
kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Penalaran
induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil
pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru
yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran
deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki
konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan
lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks
ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap
gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan
gejala dan melakukan generalisasi.
Kedua
penalaran tersebut di atas (penalaran deduktif dan induktif), seolah-olah
merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya,
antara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan
lingkaran yang tidak terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita
sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang
mengandaikan teori (Heru Nugroho; 2001: 69-70). Dengan demikian, untuk
mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara
bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian
ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika. Upaya
menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif dengan penalaran
induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective thinking
atau berpikir refleksi. Proses berpikir refleksi ini diperkenalkan oleh John
Dewey (Burhan Bungis: 2005; 19-20), yaitu dengan langkah-langkah atau
tahap-tahap sebagai berikut :
a.The
Felt Need, yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatu kebutuhan
yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan
tersebut.
b.The Problem, yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang
dirasakan pada tahap the felt need di atas, selanjutnya diteruskan dengan
merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut,
yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta
bagaimana pemecahannya.
c. The
Hypothesis, yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang berguna
untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling tidak
percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan pengalaman
yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada
jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut, karena itu ia hanya
mampu berteori dan berhipotesis.
d. Collection
of Data as Avidance, yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup memecahkan
masalah hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan
teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari waktu ke waktu
telah berkembang dari sederhana menjadi sangat kompleks; kompleks gejala maupun
penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap tidak memadai,
rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan. Masyarakat kemudian
tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain, juga tidak puas dengan
hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat orang sebelumnya. Salah satu
alternatif adalah membuktikan sendiri hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti
orang harus merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri. Kemudian data-data
itu dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama
lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut
dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu
hipotesis yang dirumuskan tadi.
e. Concluding
Belief, yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. Berdasarkan hasil
analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah
kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung kebenaran.
f.
General Value of The Conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum.
Konstruksi dan isi kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja berwujud
teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu – maksudnya
kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat berlaku umum
terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-kemiripan tertentu
dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa
yang akan datang.
Proses
maupun hasil berpikir refleksi di atas, kemudian menjadi popular pada berbagai
proses ilmiah atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian, tahapan-tahapan dalam
berpikir refleksi ini dipatuhi secara ketat dan menjadi persyaratan dalam
menentukan bobot ilmiah dari proses tersebut. Apabila salah satu dari
langkah-langkah itu dilupakan atau dengan sengaja diabaikan, maka sebesar itu
pula nilai ilmiah telah dilupakan dalam proses berpikir ini.
Penalaran
Induktif
Penalaran
Induktif merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat
umum dari kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat
individual. keuntungannya adalah bersifat ekonomis dimungkinkan proses
penalaran selanjutnya. Penalaran induktif mengambil contoh-contoh khusus yang
khas untuk kemudian diambil kesimpulan yang lebih umum. Penalaran ini
memudahkan untuk memetakan suatu masalah sehingga dapat dipakai dalam masalah
lain yang serupa. Catatan bagaimana penalaran induktif ini bekerja adalah,
meski premis-premis yang diangkat benar dan cara penarikan kesimpulannya sah,
kesimpulannya belum tentu benar, tapi kesimpulan tersebut mempunyai peluang
untuk benar. Penalaran induktif membutuhkan banyak sampel untuk mempertinggi
tingkat ketelitian premis yang diangkat. untuk itu penalaran induktif erat
dengan pengumpulan data dan statistik.
Penalaran
induktif terkait dengan empirisme. Secara empirisme, ilmu memisahkan antara
semua pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji secara
empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sementara. Penalaran
induktif ini berpangkal pada fakta empiris untuk menyusun suatu penjelasan
umum, teori atau kaedah yang berlaku umum. Induksi berlangsung dengan
generalisasi dan ekstrapolasi pendapat dimana tidak mungkin mengamati semua
fakta yang ada, sehingga kesimpulan induktif bersifat logical probability.
Contohnya,
kambing tinggal di bumi, gajah tinggal di bumi, begitu juga dengan singa dan
binatang-binatang lainnya. Secara induksi dapat disimpulkan bahwa semua binatang
tinggal di bumi.
Metode
penalaran induktif adalah adalah suatu penalaran yang berpangkal dari peristiwa
khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau
pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan
kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan
penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati
lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari
suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak
tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci
sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.
Jenis
Jenis Penalaran Induktif :
1.Generalisasi
Generalisasi
adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual
untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua
fenomena tadi.
Contoh
:
Tamara
Bleszynski adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
Nia
Ramadhani adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
Generalisasi
: Semua bintang sinetron berparas cantik.
Pernyataan
“semua bintang sinetron berparas cantik” hanya memiliki kebenaran probabilitas
karena belum pernah diselidiki kebenarannya.
Contoh
kesalahannya:
Omas
juga bintang iklan, tetapi tidak berparas cantik.
Macam-macam
generalisasi :
1.
Generalisasi sempurna
Adalah
generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Contoh:
sensus penduduk
2.
Generalisasi tidak sempurna
Adalah
generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki
diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki.
Contoh:
Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantalon.
Generalisasi
dapat dibedakan dalam beberapa bentuk :
-
Loncatan Induktif
Sebuah
generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa
fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada.
Fakta-fakta tersebut atau proposisi yang digunakan itu kemudian dianggap sudah
mewakili seluruh persoalan yang diajukan.
Contoh
: Bila ahli-ahli filologi Eropa berdasarkan pengamatan mereka mengenai
bahasa-bahasa Ido-German kemudian menarik suatu kesimpulan bahwa di dunia
terdapat 3.000 bahasa.
-
Tanpa Loncatan Induktif
Sebuah
generalisasi tidak mengandung loncatan induktif bila fakta-fakta yang diberikan
cukup banyak dan meyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang
kembali. Misalnya, untuk menyelidiki bagaimana sifat-sifat orang Indonesia pada
umumnya, diperlukan ratusan fenomena untuk menyimpulkannya.
2.Analogi
Analogi
adalah proses penalaran yang berdasarkan pembagian dan terhadap sejumlah gejala
khusus yang memiliki kesamaan kemudian ditarik kesimpulan. Analogi juga berarti
suatu perbandingan yang mencoba membuat suatu gagasan terlihat benar dengan
cara membandingkannya dengan gagasan lain yang mempunyai hubungan dengan
gagasan yang pertama. Ada juga yang mengartikan bahwa analogi merupakan proses
penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain,
kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku pula
pada hal lain. Analogi dapat diperinci untuk tujuan berikut :
-
Untuk meramalkan kesamaan
-
Untuk menyingkap kekeliruan
-
Untuk menyusun sebuah klasifikasi
3.Kausalitas
Kausalitas
merupakan perinsip sebab-akibat yang dharuri dan pasti antara segala kejadian,
serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta
kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang
mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan
sanggahan. Keharusan dan keaslian sistem kausal merupakan bagian dari ilmu-ilmu
manusia yang telah dikenal bersama dan tidak diliputi keraguan apapun.
Pada
umumnya hubungan sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke
akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai
adalah sebab ke akibat dan akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
-
Hubungan sebab-akibat.
Yaitu
dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada
kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok
adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
Contoh:
Anak-anak
berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai mengembangkan
interaksi social dilingkungan tempatnya menimba ilmu. Mereka bergaul dengan
teman-teman yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan demikian,
berbagai karakter anak mulai terlihat karena proses sosialisasi itu.
-
Hubungan akibat-sebab.
Yaitu
dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis
untuk mencari sebabnya.
Contoh:
Dalam
bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak yang masih malu-malu
dan selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak dapat di pungkiri jika ada
anak yang selalu mambuat ulah. Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang
dilakukan anak ketika memasuki usia sekolah.
-
Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu
dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat
pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah
seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
Contoh
:
Mulai
tanggal 2 april 1975 harga berbagai jenis minyak bumi dalam negeri naik. Minyak
tanah, premium, solar, diesel, minyak pelumas, dan lain-lainnya dinaikan
harganya, karena pemerintah ingin mengurangi subsidinya, dengan harapan supaya
ekonomi Indonesia makin wajar. Karena harga bahan baker naik, sudah barang
tentu biaya angkutan pun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang
pasti akan ikut naik, karena biaya tambahan untuk transport harus
diperhitungkan. Naiknya harga barang akan terasa berat untuk rakyat. Oleh
karena itu, kenaikan harga barang dan jasa harus diimbangi dengan usaha
menaikan pendapatan rakyat.
4.
Salah Nalar
Salah
nalar adalah kesalahan struktur atau proses formal penalaran dalam menurunkan
kesimpulan sehingga kesimpulan tersebut menjadi tidak valid. Jadi berdasarkan
pengertian tersebut, salah nalar bisa terjadi apabila pengambilan kesimpulan
tidak didasarkan pada kaidah-kaidah penalaran yang valid. Terdapat beberapa
bentuk salah nalar yang sering kita jumpai, yaitu: menegaskan konsekuen,
menyangkal antiseden, pentaksaan, perampatan-lebih, parsialitas, pembuktian
analogis, perancuan urutan kejadian dengan penyebaban, serta pengambilan
konklusi pasangan.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar